Kamis, 14 Juni 2018

Sinopsis Akagami no Shirayuki Hime


Judul lain : Snow White With the Red Hair
Jumlah session : 2
Jumlah episode : 12 + 12
Genre : Kingdom, Romance,




Pertama kali tau cerita ini tu pas aku nyari anime yang mirip-mirip anime Akatsuki no Yona, terus pas nonton ternyata anime ini kental banget sama nuansa romancenya. Masalah yang disajikan juga lebih ringan dan gak bikin kita mikir banyak. Karakter cowonya juga keren banget, walau kadang malu-malu gimana gitu.

Ceritanya bermula dari sebuah negara bernama Tanbarun. Disana ada seorang tabib {kalau jaman sekarang sih maksudnya apoteker} cantik berambut unik sewarna apel, namanya Shirayuki. Suatu ketika pangeran Tanbarun, Pangeran Raj lagi nyari sembarang wanita cantik buat dia jadiin selir, dan terpilihlah Shirayuki karena warna rambutnya itu.


Waktu Shirayuki dibilangin sama pengawalnya Pangeran Raj kalau sang pangeran pengen ketemu Shirayuki besok, Shirayuki malah motong pendek rambutnya dan kabur keluar kota dengan meninggalkan potongan rambut merahnya untuk sang pangeran. Karena menurutnya pangeran itu tertarik sama rambutnya aja bukan sama dianya.


.

Shirayuki berkelana keluar negeri dan sampai kesebuah vila tua di tengah hutan. Karena cape, dia akhirnya istirahat aja di dinding luar vila itu dan teridur sampai besok paginya. Baru banget bangun, dia dikagetin sama seseorang yang tiba-tiba muncul loncat melewati tembok yang tinggi banget. Karena saling kaget, orang yang loncat itu kepeleset dan cidera.

Awalnya mereka saling ngejek gitu gak percaya, tapi begitu Shirayuki ngobatin luka si orang itu akhirnya mereka mulai kenalan. Namanya Zen.


Pas pertemuan pertama mereka, keliatan banget kalau Zen udah tertarik sama Shirayuki, karena prinsip hidup mereka hampir sama. Tapi Shirayuki masih belum tau kalau ternyata Zen itu merupakan pangeran kedua dari kerajaan Clarines.

Singkat cerita Shirayuki tau kalau Zen itu pangeran, dan dia diajak aja ke kerajaan Clarines. Disana Shirayuki mulai bekerja jadi apoteker disana, dia bekerja dengan super giat. Dia pengen bisa setara dengan Zen. Seenggaknya merintis hingga jadi apoteker yang bisa di andalkan.

Disanalah perjalan cinta mereka yang romantis...

Duhh bikin ngiri deh



Selasa, 10 April 2018

SasuHina - Serendipity

Bisa di baca di wattpad aku di sini

SasuHina...Serendipity


.

.

Masih tergambar dengan jelas di benak Hinata saat Naruto melingkarkan sebuah cincin putih berhiaskan permata putih di jari manis Hinata, disaksikan oleh kedua keluarga sebagai tanda ikatan manis bernama pertunangan sedang berlangsung secara sederhana di rumah kediamannya.

Saat itu beragam ekspresi kebahagiaan terpancar jelas di wajah kedua ingsan yang tengah dimabuk kasih. Tak hentinya mereka memasang senyum merekah selama proses itu berlangsung dengan khidmat dan romantis.

Namun saat Hinata kembali ke realita yang sekarang, senyumannya lenyap tergantikan air mata yang mengalir di pipinya sebagai tanda kandasnya perjalanan cinta antara Hinata dengan Naruto di tengah jalan.

.

Sudah seminggu sejak Naruto memilih mengakhiri hubungan mereka karena alasan yang bisa dikatakan sepele. Padahal tinggal 3 bulan lagi acara pernikahan mereka akan diadakan.

Diusapnya air mata kesedihan itu, biasanya saat kesedihan melanda hatinya, Hinata akan memetik gitar tua berwarna putih kesayangannya sambil bersenandung kecil. Gitar itu sangat berharga bagi Hinata karena merupakan hadiah ulang tahun dari almarhum kakaknya, Neji.

Sayangnya gitar itu kini berada di rumah mantan tunangannya Naruto. Kini ia merindukan gitar tuanya.

Ditengah pergerumulan hatinya, Hinata membulatkan tekadnya untuk menahan malu dan berkunjung ke rumah Naruto untuk meminta gitarnya kembali.

.

.

.

Hinata kembali menyusuri jalan yang sudah dua minggu terakhir ini tidak ditapakinya. Dia sudah hafal betul rute jalan ini. Setelah sampai dikediaman Naruto, ragu-ragu Hinata mengetuk pintu rumah itu.

"E- eh, Hinata-chan, sudah lama sekali ya kita tidak bertemu." kata Kushina tergagap begitu melihat seseorang yang ada di depan pintu.

"A- ano Okaa- emm... Oba-san, apa Naruto-kun ano maksudku Naruto-san ada?" tanya Hinata berbelit karena tidak biasa dengan panggilan barunya.

"Em, mm, di- dia sedang perg-" belum sempat Kushina mengatakan pergi, Naruto keluar dari kamarnya bersama seorang wanita yang tidak asing bagi Hinata.

Wanita itu adalah Sakura, wanita yang menurut Naruto adalah sahabat terdekatnya. Namun terlihat dari tatapan mereka terhadap satu sama lain, ada perbedaan mencolok yang membuat Hinata mengerti kalau status mereka kini bukan hanya sekedar sahabat lagi.

Hanya seminggu setelah perpisahannya dengan Hinata dan kini Naruto dengan cepat memiliki pengganti dirinya. Hebat!

.

"Okaa-san, siapa yang data-" Naruto terkejut melihat kedatangan Hinata.

"A- ano, aku kemari hanya untuk mengambil gitarku." kata Hinata segera menjelaskan maksud kunjungannya. Ia tidak ingin mereka mengira jika Hinata masih menyukai Naruto, walau sebenarnya dilubuk hatinya masih tersimpan rasa itu.

"Gitar? Aku tidak melihat ada gitar di kamarmu tadi." kata Sakura dengan angkuhnya merangkul lengan Naruto, seperti tidak ingin Narutonya kembali pada Hinata.

"Sayang sekali, gitar jelek, usang dan semua barang-barangmu sudah kubuang!" kata Naruto sama angkuhnya. Hinata membelalakan matanya tidak percaya.

"Ta- tapi kau kan tau kalau gitar itu -"

"Ia aku tau, itu gitar kesayanganmu, pemberian kakakmu neji yang sudah mati kan? Tapi sekarang, gitar itu sudah tidak berarti apa-apa bagiku!"

Hinata menahan airmatanya tidak percaya kalau Naruto begitu tega membuang barang kesayangannya. Ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.

"Setidaknya tolong beritahu, dimana kau membuangnya, Naruto-san!"

Naruto berpikir sebentar, tersirat rasa kasihan diwajahnya melihat Hinata, karena biar bagaimana pun wanita itu pernah hinggap di hatinya. "Barang-barang pemberianmu memang sudah kubuang, tapi gitar itu kujual ke toko barang bekas A."

Mendengar pengakuan Naruto, semangat Hinata kembali. Dengan penuh senyum ia menundukkan kepalanya kepada Naruto. "Arigatou Naruto-san, tolong berikan salamku pada Oba-san Kushina dan Oji-san Minato."

Tanpa menunggu balasan Naruto, Hinata segera berlari menuju toko yang diberitahu Naruto tadi.

.

.

"Gitar tua berwarna putih? Sebentar biar kuingat dulu!" kata penjual wanita itu begitu Hinata menanyakan tentang gitarnya. Hinata menunggu dengan tidak sabar.

"Oh iya aku ingat! Barang itu ternyata bernilai sangat tinggi. Seseorang berwajah tampan sudah menawarnya dengan harga tinggi." kata wanita itu dengan mata yang berbinar-binar mengingat si pembeli gitar.

"Ano, bisakah kau memberitahuku ciri-ciri orang yang membelinya? Kumohon!"

"Orang itu berwajah tampan, rambut dan matanya hitam kelam, suaranya indah, perawakannya tegap dan gagah, seperti seorang model. Dia membuat wanita berkerubun di depan toko karena ketampanannya. Dia sepertinya mengerti ten..." penjual itu terus bercerita bagaimana terpesonanya ia pada pria itu, tapi Hinata sama sekali tidak tertarik, yang ia inginkan adalah segera bertemu dengan gitar kesayangannya.

"A- ano, bisakah kau memberitahu alamat atau kontak pribadinya? Aku sangat menginginkan gitar itu kembali." kata Hinata memotong cerita penjual. Si penjual mengerucutkan bibirnya tidak suka jika cerita indahnya dipotong, namun dengan sangat terpaksa ia membuka buku penjualan barang dan menyalin sesuatu di dalam bukunya ke secarik kertas lalu memberikan kertas itu pada Hinata.

"Ini kontak dan namanya!" katanya ketus lalu berjalan meninggalkan Hinata sambil menghentak-hentakkan kaki masuk ke dalam sebuah pintu yang Hinata yakini sebagai kediamannya.

Hinata yang belum sempat mengucapkan terimakasih memandang kepergian penjual itu lalu berjalan keluar toko dengan penuh kegirangan.

.

Tanpa menunggu lama, segera diteleponnya kontak yang diberikan si penjual tadi, setelah menunggu cukup lama barulah teleponnya tersambung.

"Siapa?" kata orang itu tanpa basa-basi dan ketus.

"A- ano, apa benar saya bicara dengan Sasuke-san?"

"Hm," gumamnya.

"A- aku Hyuuga Hinata. Apa benar kalau Anda membeli gitar tua di toko barang bekas A?"

"Hm, kenapa?"

"A- ano, bisakah kita bertemu? Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan mengenai gitar tersebut."

Setelah menunggu cukup lama, pria di seberang telepon itu akhirnya bicara. "Baiklah, kutunggu kau di cafe A." katanya langsung mematikan teleponnya sepihak.

Hinata kembali tersenyum senang, lalu berlari sekuat tenaganya menuju ke cafe yang tadi ditunjuk.

.

.

Sesampainya disana, Hinata mencari-cari dimana pria tadi. Hinata lupa, dia tidak bertanya secara rinci dimana detailnya mereka bertemu. Hinata mencoba mengingat kembali ciri-ciri orang itu dari penjual toko barang bekas. Tapi hal itu sama sekali tidak dapat membantunya.

Cafe itu tampaknya cukup ramai, sepertinya ada event yang sebentar lagi akan dimulai. Membuatnya semakin kesulitan mencari pria yang bernama Sasuke.

Dicobanya kembali menghubungi nomor tadi berkali-kali, namun tidak juga tersambung. Hinata menghembuskan nafasnya pasrah dan hendak kembali pulang, mungkin ia bisa menghubunginya lagi nanti.

Baru saja Hinata melangkah pulang, terjangan orang-orang mendorongnya membuat Hinata terseret dan terbawa tepat ke sisi samping stage. Rupanya di cafe ini terdapat live music yang cukup terkenal, hal itu bisa dilihat dari berapa banyaknya penonton yang mulai memenuhi seluruh sisi panggung.

Beberapa orang keluar dari balik kerumunan menuju ke stage. Seketika teriakan orang-orang menggila memanggil sebuah nama yang Hinata kira adalah nama sebuah Band. Band Akatsuki.

Hinata melirik satu persatu personil band yang keluar. Lalu matanya tertuju pada salah satu personil yang membawa sebuah gitar akustik. Gitar itu sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Gitar itu adalah gitar yang sama dengan pemberian almarhum Neji, kakaknya.

Teringat olehnya ciri-ciri orang yang disebutkan penjual tadi, dan semua itu terasa benar sekarang. Hinata yakin kalau orang yang membawa gitar itu pasti Sasuke.

Sasuke menatap kesegala penjuru dan matanya kini berhenti tepat pada Hinata, mereka saling bertatapan cukup lama sebelum Sasuke kembali mengedarkan pandangannya ke pengunjung lain tanpa tersenyum.

Namun dari gelagatnya, Hinata yakin kalau Sasuke mengerti bahwa Hinata lah orang yang meneleponnya barusan.

"Kyaaa, Sasuke, lihat kemari!"

"Kyaaa, Deidara!"

"Sasori, kau sangat tampan!"

"Sasuke aku menyukaimu!"

Teriakan gadis-gadis muda terus terdengar sampai sang vokalis mulai menyapa dan memperkenalkan diri dan seluruh anggota Band Akatsuki tersebut.

Aksi panggung mereka sangat mengagumkan, banyak orang yang memuja sang gitaris yang ternyata lebih tampan dan piawai daripada sang vokalisnya. Belum lagi Sasuke seorang diri memainkan finger style dari lagu mereka dengan gitar milik Hinata di depan panggung.

Para wanita terus berteriak mengelu-elukan namanya setelah Sasuke selesai memainkan lagu itu. Hinata tidak berkedip sedikitpun melihat aksi Sasuke di depan panggung, terlebih lagi gitar yang digunakan adalah gitar miliknya. Hal itu membuat Hinata sedikit bangga dan senang,  jantungnya terus berdegup kencang setiap kali Sasuke memetikkan senar gitar itu. Baru kali ini ia merasa gitar usang miliknya ternyata dapat menghasilkan suara yang merdu dan jernih.

.

.

.

Setelah memainkan sejumlah lagu, di akhir pentas mereka, Sasuke kembali menatap Hinata, seolah berkata 'aku menunggumu dibelakang panggung!'.

Hinata langsung mengangguk mengerti. Mereka pun akhirnya mengucapkan perpisahan pada para pengunjung dan kembali ke backstage.

Hinata segera berlari menuju backstage, disana berdiri seorang penjaga pintu yang terlihat garang.

"A- ano, bisakah aku bertemu dengan Sasuke-san?"

"Tidak, mereka sedang sibuk! Pergilah!" kata penjaga itu dingin.

Hinata mengerti, mungkin dirinya seperti seorang penggemar fanatik yang mencoba menerobos hanya untuk bertemu sang idola.

"Saya sudah membuat janji dengannya, tolong biarkan saya masuk!"

"Sudah kubilang, mereka sedang sibuk! Tidak ada seorang pun yang diperkenankan masuk ke dalam!" kata penjaga itu tampak kesal.

"Onegai, saya tidak akan mengganggu yang lain saya berjanji! Saya hanya ingin bertemu dengan Sasuke!" Hinata tetap memohon. Namun penjaga itu sepertinya kehilangan kesabaran dan mencoba menarik Hinata keluar cafe, Hinata berusaha tetap berdiri di posisinya tidak ingin keluar.

"Ayo keluar!" kata penjaga itu memaksa. Acara tarik menarik pun terjadi, disaat Hinata sudah tidak kuat lagi, sebuah tangan menggenggam lengannya dan lengan si penjaga. Seketika Hinata dan penjaga itu terdiam, melihat yang memegang mereka adalah Sasuke sendiri.

"Lepaskan dia! Dia tamuku!" kata Sasuke tajam, penjaga itu langsung melepaskan tangannya dari Hinata dan menunduk meminta maaf. Hinata merapikan kausnya yang ikut tertarik tadi.

"Maafkan saya, saya mengira dia adalah fans berat Anda, saya tidak tau kalau gadis ini adalah tamu Anda!"

Sasuke tidak menjawab maaf si penjaga. Dia menarik tangan Hinata menuju kedalam ruangan yang tadi dijaga. Hinata dibawa kesebuah ruangan yang hanya terdiri dari dua buah sofa saling berhadapan dan gitar yang seharian ini sudah dicarinya.

"Gitarku!" kata Hinata langsung memeluk benda kesayangannya itu.

Air mata tumpah di pipinya. Setelah beberapa detik berlalu, Hinata sadar bahwa pemilik aslinya sekarang ada dihadapannya, menatapnya dengan pandangan tidak terbaca. Hinata segera duduk tegak kembali dengan wajah malu-malunya menghadap Sasuke.

Setelah sekian lama Sasuke menahan senyum akhirnya Sasuke tertawa melihat tingkah Hinata yang menurutnya lucu. Hinata semakin menunduk malu ditertawakan Sasuke, wajahnya kini menjadi merah padam. Namun, aura dingin yang dirasakannya sejak pertama kali melihat Sasuke di atas panggung tadi, kini lenyap melihat senyuman kecil di wajah Sasuke.

"Go- gomen," kata Hinata sambil menunduk tidak berani menatap wajah Sasuke. Sasuke kembali memasang wajah datarnya.

"Tidak apa."

Sebuah ketukan mengganggu pembicaraan itu. Tanpa menunggu ijin Sasuke, pintu itu terbuka. Hinata mengingat orang itu sebagai vokalis band tadi.

"Disini kau rupanya? Bersama seorang gadis?! Aneh sekali!" kata Vokalis itu dengan senyuman jahilnya. Hinata sudah lupa dengan semua nama personil band itu, kecuali Sasuke tentu saja.

"Pergilah bodoh! Aku sedang berbicara serius dengannya!" kata Sasuke yang menurut Hinata sangat kejam pada temannya sendiri.

"Eeh, aku tidak boleh bergabung? Kau sungguh jahat Sasuke, tidak biasanya kau mengobrol dengan wanita berduaan saja. Biasanya kau selalu memberikan wanita-wanita itu padaku!" si Vokalis bukannya pergi mendengar pengusiran kasar Sasuke, ia malah semakin mendekat pada Hinata dan merangkul pundaknya.

"Jauhkan tangan kotormu darinya! Atau kupastikan kau tidak akan bisa bernyanyi lagi karena kugunting pita suaramu!" ucapannya seperti candaan biasa, namun tidak ada senyuman sedikitpun di wajah Sasuke. Hinata bergidik ngeri mendengarnya.

"Kau benar-benar tidak asik Sasuke!" kata Vokalis itu lalu melenggangkan kaki keluar ruangan. Mendapati dirinya berdua lagi dengan Sasuke membuat bulu kuduk Hinata berdiri. Ini pertama kalinya Hinata mendengar ancaman sesadis itu.

"Jadi apa yang membuatmu kemari?" kata Sasuke kembali tenang.

Dengan suara pelan, Hinata menceritakan semua yang dialaminya pada Sasuke. Mulai dari asal mula gitar itu sampai ditangannya, sampai pertemuannya tadi dengan Sasuke. Namun Hinata tidak sampai menceritakan bagaimana kekecewaannya saat melihat Naruto bersama Sakura tadi. Tentu saja!

"Jadi begitu!"

"H- hm. Jika boleh aku ingin membeli gitar itu kembali."

"Sayang sekali, aku sama sekali tidak berniat untuk menjualnya kembali. Aku sudah membayarnya 10x lipat dari harga awal. Dan sekarang gitar itu adalah milikku!" kata Sasuke dengan nada tajam. Hinata meneguk ludahnya ketakutan, ia tidak ingin di ancam dengan sadis seperti pada temannya tadi, namun Hinata sama sekali tidak memiliki pilihan lain selain tetap mencoba.

"A- aku akan membayarnya lebih banyak, jadi kumohon. Gitar itu sangat berarti bagiku!" Hinata menempelkan kedua telapak tangannya.

"Tapi gitar itu sekarang milikku, harta berhargaku. Aku tidak akan menjualnya walau kau membayar 10x lebih besar dariku." Sasuke melipat kedua tangannya di dada.

"Kumohon!" Hinata memelas semampunya.

"Tidak!" jawabnya singkat. Hinata menghela nafasnya pasrah, ia sudah tidak tau lagi akan berkata apa.

Dengan bahu yang merosot, Hinata menundukkan kepalanya pamit pada Sasuke dan berjalan menuju pintu dengan lesu.

"Aku akan memberikannya padamu secara cuma-cuma." kata Sasuke, membuat Hinata terdiam sebentar dan berbalik penuh semangat.

"Dengan satu syarat!"

"Aku akan memenuhi semua syaratmu Sasuke-san!" kata Hinata dengan wajah berbinar penuh harap.

"Kau harus menemaniku kemanapun aku pentas selama setahun penuh. Dan tugasmu mengusir semua wanita menyebalkan yang datang mendekatiku!"

Hinata membelalakan matanya tidak percaya, setahun penuh bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana dengan pekerjaannya? tapi di sisi lain Hinata juga tidak mau kehilangan gitar kesayangannya itu.

"Tenang saja, kau tidak harus ikut jika bekerja! Aku hanya memintamu ikut saat waktu senggang saja. Dan aku akan membayarmu."

Hinata menutup matanya sambil berpikir keras. Setelah membulatkan tekad, Hinata menarik nafas panjang dan menatap Sasuke mantap.

"Baiklah! Tapi perlu kau tau, aku sama sekali tidak membutuhkan uangmu, aku hanya ingin gitar itu kembali."

Hinata mengulurkan tangannya mantap untuk berjabat tangan, Sasuke membalas tangan Hinata dengan kesepakatan baru yang telah terjalin.

.

.

.

Tiga tahun kemudian...

Suara hingar bingar dan aksi sebuah band yang sedang dalam puncak kejayaannya memenuhi seluruh penjuru ruangan sebuah cafe. Hinata  asik memakan frend fries di sudut ruangan sambil menghirup sedikit demi sedikit susu coklat yang tersaji di mejanya, ketika dirinya dihampiri oleh seseorang.

"Hinata!"

"Naruto-san? Sashiburri!" kata Hinata sambil tersenyum manis, Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku tidak menyangka kita akan bertemu disini."

"Iya, kebetulan sekali ya!" Kata Hinata sambil tetap tersenyum manis.

"Kau duduk sendirian?"

Hinata kembali tersenyum sambil mengangguk. Naruto tersenyum melihat jawaban Hinata.

"Boleh aku menemanimu disini?"

"Tentu saja!"

Hinata mempersilakan Naruto duduk di seberang meja. Posisi Naruto membelakangi panggung, sedangkan Hinata kembali menatap aksi band tersebut sambil menggerak-gerakan jarinya menikmati setiap hentakan lagu.

"Aku tidak tau kalau kau suka ke tempat seperti ini."

"Aku tidak begitu suka dengan tempat ini, tapi aku menikmati musik dari band yang bermain disana." Band itu terus memainkan musiknya dengan indah. Semua pengunjung tampak menikmati permainan musik mereka.

"Band itu? Maksudmu Akatsuki? Mereka memang sedang naik daun. Kurasa saat ini, tidak ada yang tidak mengenal mereka!"

"Begitulah! Karena permainan musik mereka sangat indah, kau bisa menyebutku sebagai pengagum berat mereka!"

"Oh, aku jadi teringat gitar kesayanganmu itu. Aku belum sempat meminta maaf karena sudah menjual gitarmu." Kata Naruto merasa bersalah. "Maafkan aku Hinata."

"Tidak apa, aku berhasil mendapatkannya kembali, dan juga sudah sejak lama aku memaafkanmu Naruto-san." Hinata tersenyum dengan tulus.

"Kau tidak marah padaku lagi?"

Hinata menggeleng pelan lalu mencomot frend friesnya lagi.

"Syukurlah!" Naruto menghela nafasnya lega. "Okaa-san dan Otou-san selalu menanyakan kabarmu. Mereka sepertinya merindukanmu."

"Benarkah? Tolong berikan salam hangatku untuk mereka."

"Hm," Naruto tampak ragu-ragu untuk melanjutkan perkataannya, "aku juga merindukanmu Hinata."

Hinata sedikit membelalak, terkejut dengan ucapan Naruto.

"Kau tau, aku sudah tidak bersama Sakura lagi. Aku sadar kalau selama ini hanya kamu lah yang paling mengerti diriku. Aku menyesal telah membiarkanmu pergi dari hidupku."

Hinata menatap Naruto canggung. Tanpa mereka sadari permainan band Akatsuki itu kini sudah berhenti.

"Hinata, mau kah kau kembali lagi padaku? Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan dirimu lagi. Aku menyadari kalau kau lebih berharga daripada siapapun juga. Aku -"

"Maaf mengganggu pembicaraan kalian!" Kata seseorang memutus pembicaraan Naruto. Orang itu duduk di samping Hinata  lalu merangkul Hinata dengan lembut dan mencium keningnya. "Tapi dia adalah harta berhargaku sekarang. Dan aku tidak akan menjualnya kepada siapapun juga!" Katanya dengan tajam dan penuh ancaman.

Sorak sorai pengunjung semakin pecah dan menggema begitu kalimat romantis itu terucap.

"S- Sasuke-kun, hentikan! Kau membuat gendang telingaku hampir pecah karena teriakan wanita-wanita itu." Kata Hinata sambil menelusupkan pipi merahnya di bahu Sasuke. Naruto terdiam tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"K- kau Sasuke, gitaris band akatsuki tadi?" Tanya Naruto masih tidak percaya.

"Benar, dan jika kau tidak keberatan, aku ingin segera membawa istriku pergi dari sini." Katanya dengan nada mengancam. "Ayo sayang!"

Sasuke membantu Hinata yang tampak kesusahan untuk berdiri, kini terlihat lah jelas di mata Naruto, perut Hinata yang kini membesar. Naruto sama sekali tidak menyadari sebelumnya karena perut Hinata terhalang oleh meja.

"K- kau sedang mengandung?" Tanya Naruto lagi.

"Iya, dan kelahirannya tinggal menghitung hari, doakan kelahiran anak pertamaku ya Naruto-san!" Kata Hinata, senyuman kebahagiaan tidak pernah pudah dari bibirnya.

"Ayo sayang, dokter Tsunade pasti sudah menunggu kita!" Kata Sasuke sambil memapah istrinya dengan penuh kesabaran, membuat gadis-gadis disekelilingnya memandang Hinata dengan iri.

.

.

.

The End

Kamis, 25 Januari 2018

SASUHINA - MATCHMAKING PART 7 (END)

Bisa diliat di wattpad aku ya di sini nih Sasuhina...Matchmaking

Selesai makan, Hinata menyuruhnya bersiap-siap untuk bekerja. Dengan ogah-ogahan Sasuke menurutinya.

"Aku berangkat sekarang Hime." Sasuke mengecup Hinata dengan lembut.

"Hati-hati Sasu-kun." Hinata menunduk malu.

"Jangan pergi kemana-mana, termasuk ke cafetaria. Karena aku akan segera kembali lagi setelah meeting selesai." Sasuke mengecup lagi Hinata kemudian berangkat kerja.

.

.

Sasuhina - Matchmaking

.

 
Sore hari, Hinata menerima telepon dari Mikoto.
"Hinata! Kamu di rumah?"
"Ia, kenapa Ma?" nada suara Mikoto yang berbeda membuat Hinata khawatir.
"Sasuke ada?" Mikoto tidak menjawab pertanyaan Hinata.
"Dia sedang bekerja Ma, ada apa?"
"Telepon dia, suruh dia pulang sekarang juga, mama sedang menuju ke rumahmu." Mikoto langsung menutup teleponnya.
Hinata khawatir, namun Hinata menuruti permintaan Mikoto. Hinata menelepon kantor Sasuke tetapi yang mengangkatnya Karin. Karin memberi tahu kalau Sasuke masih di ruang meeting.

.

.

.

Setelah meeting selesai, Sasuke diberitahu Karin kalau Hinata menelepon. Sasuke segera menghubungi Hinata.

"Ada apa Hime?" Sasuke langsung to the point setelah mendengar teleponnya diangkat.

"Mama dalam perjalanan ke sini, mama menyuruhmu pulang, sepertinya ada hal penting yang akan dia bicarakan Sasu-kun."

"Aku pulang sekarang!" Sasuke mematikan teleponnya, dan langsung mengambil tasnya untuk pulang.

.

.

.

Di rumah, ternyata Mikoto sudah sampai. Suasana mencekam Sasuke rasakan ketika melihat mereka berkumpul, disana ada Hinata, Mikoto, Fugaku dan Sakura??

Sasuke melihat Hinata yang menunduk, terlihat air mata membasahi pipi manisnya.

"Ada apa Hime?" tanya Sasuke pada Hinata khawatir. Hinata hanya menunduk tidak menjawab pertanyaan Sasuke.

"Kamu lihat apa ini?" Mikoto memberikan sebuah kertas pada Sasuke. Sasuke menghela nafasnya begitu tahu inti persoalannya. Surat kontrak pernikahannya dengan Hinata kini berada di tangan Mamanya.

"Jadi selama ini kalian berpura-pura? Kalian membohongi Mama?" Mikoto berbicara dengan nada tinggi. Sasuke tau Sakura pasti mengacak-acak kamar Hinata, menemukan surat itu di lemari dan memberi tahukannya pada Mikoto.

"Hinata? Aku menyayangimu seperti anak sendiri, kenapa kamu tega membohongiku hanya karena sebuah rumah dan cafetaria?" Hinata makin menunduk tidak menjawab mendengar Mikoto berbicara.

"Ini salahku ma, aku yang menawarinya kont... "

"Ia kamu juga salah, kalian salah, tega-teganya membohongi mama." Mikoto menyela perkataan Sasuke dan mulai menangis. Fugaku hanya bisa mengusap-usap punggung Mikoto. Sakura tetap duduk dengan tenang. Sasuke bersumpah akan membuat Sakura menerima akibatnya.

"Kalian harus bercerai." kata Mikoto di tengah tangisannya.

"Nggak mungkin Ma, aku dan Hina... "

"Hinata, kamu bebas nak, semua ini sekarang menjadi milikmu." Mikoto menatap Hinata dengan pandangan terkhianati.

Disela isakannya, tiba-tiba Mikoto meremas dada kirinya dan merasakan sesak nafas, kemudian pingsan. Semua yang ada disitu sontak menjadi panik. Sasuke dengan cekatan melakukan pertolongan pertama pada serangan jantung dan menyuruh Hinata menelepon ambulan.

Setengah jam berikutnya mereka menunggu Mikoto di ruang operasi. Fugaku hanya duduk dibangku. Tubuhnya tegang, terlihat bahwa dia sangat cemas dengan kondisi istrinya.

"Sasuke, aku tida..." Sakura mencoba berbicara, terlihat jelas penyesalan di mukanya.

"Kamu aku pecat, sekarang pergi dan jangan menampakan wajahmu lagi!" bentak Sasuke tidak memandang Sakura, Sakura memandang Sasuke dengan rasa bersalah, tetapi Sakura menuruti Sasuke dan pergi sambil menangis.

Sasuke memeluk Hinata yang dari tadi tidak berhenti menangis.

"I- ini salahku Sa- Sasuke, ini salahku." Hinata terus menyalahkan dirinya.

"Ini bukan salahmu Hime." Sasuke mencoba menenangkan Hinata.

.

.

.

2 jam kemudian, Itachi keluar dari ruang operasi. Wajahnya terlihat lega. Setelah melihat Sasuke, dia langsung memukul pipi Sasuke dengan keras.

"Apa yang kau lakukan, Baka!" Sasuke hanya terdiam tanpa membalas. Ia tau ia berhak mendapatkan pukulan itu, semua salah dirinya. Itachi menarik nafas dan kembali berbicara menghadap Fugaku, kini suaranya lebih tenang. Fugaku tetap duduk tegang menanti kabar dari itachi.

"Mama baik-baik saja sekarang, tetapi dia masih belum siuman. Kami berhasil menambahkan klep di jantung sebelah kirinya yang bermasalah." akhirnya Fugaku sedikit merileks kan tubuhnya yang kaku.

"Boleh papa melihatnya Itachi?"

"Nanti pa, setelah dipindahkan ke ruang ICU. Dan jangan biarkan kedua orang ini masuk Pa." Itachi melirik tajam ke arah Hinata dan Sasuke bergantian kemudian kembali kedalam ruangan.

.

.

.

Sebulan setelahnya Hinata tetap tidak diperbolehkan menjenguk, hanya Sasuke yang diperbolehkan bertemu dengan Mikoto mulai hari ini. Hinata menunggu kabar dari Sasuke di rumah harap-harap cemas.

"Mama baik-baik saja, kini dia sudah siuman."

"Syukurlah," Hinata lega mendengar penuturan Sasuke di telepon.

"Aku akan segera kembali Hime."

.

Sesampainya di rumah, Hinata memeluk suaminya dengan sangat erat.
Sasuke tau Hinata sama khawatirnya dengannya karena Hinata sangat menyayangi Mikoto seperti mamanya sendiri.

"Sekarang kamu makan, dari kemarin belum ada makanan yang masuk ke perutmu, Hime. Aku sudah membawakan makanan." Sasuke mengajaknya makan, dia membeli beberapa makanan di luar karena Hinata tidak mau memasak.

"Aku tidak lapar Sasu-kun, kamu makan aja duluan." Hinata terlihat pucat dan lemah.

"Ayolah Hime, jangan membuatku tambah khawatir. Sudah cukup mama yang sakit, aku tidak ingin melihatmu sakit juga." Sasuke memaksanya makan dengan menyuapinya. Akhirnya Sasuke hanya berhasil memaksa Hinata memakan 3 suap nasi.

"Besok aku akan menjenguknya lagi, jadi berhentilah khawatir Hime."

"Boleh aku ikut? Aku ingin melihatnya langsung." Hinata memandangi Sasuke dengan puppy eyesnya. Akhirnya Sasuke menyetujuinya.

.

.


Keesokan harinya mereka berdua datang ke ruang inap. Mikoto sudah sadar, tetapi Mikoto tidak mau memandang Hinata dan Sasuke.

"Pergi kalian, jangan datang lagi!" bentak Mikoto, membuat Hinata kembali menangis dan keluar ruangan.

.

.

.

Hinata merasa sangat terpukul, Mikoto yang dia sayangi belum mau memaafkannya, kesalahannya memang sangat fatal sampai membuat Mikoto terkena serangan jantung. Mikoto menyuruhnya bercerai dengan Sasuke yang kini ia cintai sepenuh hatinya.

Hinata yang terus di dera rasa bersalah akhirnya memutuskan untuk pergi dari kehidupan Uchiha. Hinata tidak ingin Sasuke ikut disalahkan karena kesalahannya. Salahnya karena mau menandatangani kontrak itu dan membohongi Mikoto yang sudah seperti orang tuanya sendiri.

.

.

.

Tanpa Sasuke tau, seminggu sebelumnya Hinata telah meminta bantuan Gaara untuk membawanya tinggal di Suna.

Hinata tau semua ini salahnya dan Hinata berniat meninggalkan Sasuke dan Mikoto yang ia cintai keduanya. Karena dirinya dan kontrak itu lah, Mikoto mendapat serangan jantung. Hal itu membuatnya terus menyalahkan dirinya sendiri.

Setelah Sasuke berangkat kerja, Hinata segera membereskan pakaian yang akan dia bawa seperlunya. Tidak lupa ia memasak masakan kesukaan Sasuke, dia juga meninggalkan cincin pernikahan dan pemberian lain dari Sasuke di kasur kamarnya dulu. Untuk kenangan, dia membawa kemeja yang terakhir dipakai Sasuke kemarin yang sengaja tidak Hinata cuci agar tertinggal aroma Sasukenya.

Gaara menjemputnya siang hari setelah Hinata siap, mereka pun berangkat ke Suna.

.

.

.

Sasuke baru pulang dari kerja. Hinata yang biasanya menyambutnya dengan senyuman malu,kini tak ia lihat, membuatnya sedikit mengernyit heran. Di meja makan, makanan kesukaan Sasuke telah menunggunya. Sasuke mencari Hinata adalah ke seluruh ruangan di rumahnya namun Hinata tetap tidak ia temukan.

Sasuke mencari ke kamar Hinata dan alangkah terkejutnya ia saat menemukan sebagian pakaian di lemari Hinata telah kosong. Handphone Sasuke berbunyi, pesan dari Hinata.

From : Hime
To : Sasuke
Subject : pergi
Sasu-kun, maaf aku meninggalkanmu dengan cara seperti ini, aku tau mama sangat membenciku dan menginginkan kita bercerai, jadi aku akan menuruti mama. Jangan mencariku aku akan selalu mencintaimu. Hinata.

Sasuke mencoba menelepon nomor Hinata, tetapi nomornya sudah tidak aktif. Sasuke melempar handphonenya ke atas kasur Hinata sambil menggeram. Baru kali ini Sasuke merasa sangat terpuruk dan putus asa karena kehilangan sosok yang ia cintai. Sasuke terduduk di kasur sambil menutup mukanya dengan kedua tangannya.

.

.

.

Di Suna, Gaara membantu Hinata mencarikan tempat tinggal. Awalnya Gaara menawari Hinata untuk tinggal di salah satu apartemennya yang ada di Suna, tetapi Hinata menolak dan memilih tinggal di kosan kecil di pinggiran kota.

Gaara juga membantu mencarikan pekerjaan yang tidak terlalu berat untuk Hinata. Hinata sangat berterima kasih pada Gaara atas semua bantuan yang telah diberikannya dengan tulus pada Hinata dengan cara memasakkan makanan untuknya setiap makan malam.

Hal ini tentu mengingatkannya pada Sasuke. Hinata sangat merindukannya, tetapi mungkin ini yang terbaik bagi mereka berdua. Hinata hanya bisa memeluk kemeja Sasuke yang ia bawa, menghirup aroma Sasuke dari kemeja itu dan menganggap Sasukelah yang memeluknya seperti malam biasanya hingga ia bisa terlelap tidur.

2 Minggu kemudian, Gaara seperti biasanya datang berkunjung untuk makan malam.

"Hinata, kali ini aku ingin mengajakmu makan malam di luar." ajak Gaara.

"Ke...kenapa Gaara-kun, apa kamu bosan dengan masakanku?" Hinata kini memperhatikan dengan seksama wajah tampan si setan merah itu. "Eh... Kenapa dengan wajahmu itu Gaara-kun?"

Wajah Gaara yang tampan kini hampir penuh dengan lebam-lebam biru. Seperti habis dikeroyok oleh warga sekampung.

"Tidak apa Hinata, jangan pedulikan wajahku sekarang. Aku hanya ingin mengajakmu keluar mencari udara segar, siapa tau dengan makan di luar, porsi makanmu bisa kembali lagi Hinata."

Semenjak kedatangannya di Suna, Hinata menjadi sedikit pemurung, makannya pun menjadi lebih sedikit dari biasanya, membuat Gaara khawatir karena Hinata terlihat semakin kurus dan lebih lemah.

"Apa sudah di obati? Biar aku obati sekarang Gaara-kun." Hinata yang khawatir akan bergegas mengambil peralatan P3K miliknya tetapi urung karena Gaara menahan tangannya.

"Tidak usah Hinata, bagaimana tentang usulanku ini?"

Sebenarnya Hinata ingin menolak ajakan Gaara, toh dirinya tidak akan bisa makan dengan baik di rumah atau pun di luar rumah. Tapi karena Hinata kasian dengan Gaara dan wajahnya, Hinata pun mengiyakan.

.

.

.

Gaara membawanya kesebuah restoran kecil di pinggir kota. Alangkah terkejutnya Hinata sewaktu Gaara membimbingnya menuju meja yang telah berpenghuni, dan Hinata sangat tahu siapa pemilik wajah tampan yang menduduki meja itu, wajah tampan yang kini lebih kurus dan memiliki bulu-bulu halus di bagian atas dan bawah bibir tipisnya.

Sasuke tengah menunggunya di meja makan. Hinata langsung mengetahui alasan Gaara menjadi babak belur seperti itu. Membuatnya makin kasian pada Gaara.

"Hinata, aku akan meninggalkanmu dengan Sasuke, kalau ada apa-apa kamu bisa meneleponku. Aku akan segera datang menjemputmu." kata Gaara, Gaara memandang tajam pada Sasuke sebagai tanda jika Sasuke menyakiti Hinata, ia akan menerima pembalasan dari Gaara.

Tatapan sebaliknya dilakukan Sasuke pada Gaara, ia kini memandang dengan penuh rasa terima kasih dan bersalah karena memukul Gaara tanpa ampun. Gaara pun meninggalkan restaurant.

.

.

"Wajah tampan Gaara kamu apakan Sasu-kun?"

"Sekali lagi kau bilang dia tampan, akan ku pastikan wajahnya akan lebih buruk dari ini Hinata!" Sasuke mengatakannya dengan tajam dan sarat kecemburuan.

"Aku kasian padanya, dia sangat baik padaku Sasu-kun."

"Ia, dia sangat baik karena membawamu pergi meninggalkanku." Sasuke mendengus kesal.

"Aku yang meminta bantuannya Sasuke, dia tidak bisa kamu salahkan. Dia malah selalu membantuku disini." Hinata membela Gaara yang malang. Sasuke pun terdiam mengakui sedikit kesalahannya.

"Kamu makin kurus Hinata." kata Sasuke sendu memandangi istrinya.

"Kamu juga Sasu-kun. Lebih tidak terurus, lihatlah jenggot dan kumismu yang mulai tumbuh."

"Istriku menghilang, aku tidak sempat memikirkan diriku sendiri karena sibuk mencarinya." Sasuke berbicara dengan suara sedikit serak.

Hinata ingin menangis mendengarnya.

"Ba- bagaimana dengan mamamu?" tanya Hinata, terlihat sekali masih mengkhawatirkan Mikoto.

"Dia semakin baik. Walaupun masih belum boleh bangun dari kasur." Hinata menghela nafas lega. "Dia memintamu kembali, Hinata."

"Apa dia sudah memaafkan kita?"

"Dia menyuruh kita bercerai..." kata Sasuke dingin, membuat Hinata bagai tertusuk pisau. "Kalau hubungan kita masih seperti dulu. Tanpa Cinta." Sasuke menambahkan. Hinata terdiam.

"Tapi sekarang sudah berbeda, dan telah kukatakan sebelumnya, kesempatanmu sudah kau buang, kamu tidak bisa lari lagi dariku Hime." kata-kata Sasuke barusan membuat Hinata kembali berbunga. Kini wajah Hinata memerah dan tersenyum. Namun percakapan mereka terhenti ketika seorang pelayan menawari mereka menu.

.

Sasuke memesan makanannya, tetapi Hinata hanya memesan jus tomat dan tiramisu. Sasuke heran karena biasanya Hinata banyak memilih makanan. Tapi Sasuke menahan bertanya sampai pelayan itu pergi.

"Kenapa makanmu cuma sedikit Hime?"

"Itu karena anakmu tidak mengijinkanku makan banyak Sasu-kun." Hinata berpura-pura cemberut. Sasuke diam sebentar untuk mencerna kata-kata Hinata.

"Anak? Siapa? Kamu? Hamil? Aku? Papa?" Sasuke berbicara tidak jelas, dia jelas2 kaget, hilang semua wajah stoicnya, yang ada sekarang wajah bahagia yang sangat terlihat. Hinata tertawa melihat ekspresi Sasuke.

"Ia, semoga masalah makanannya nanti tidak serewel kamu nanti. " kata Hinata sambil tersenyum.

"Apa si setan merah itu mengetahuinya?"

"Kamu yang pertama kuberitahu Sasuke, aku belum memberitahu siapapun." Hinata mengangkat tangannya dan mengelus pipi Sasuke dengan penuh sayang. Sasuke meletakan tangannya di atas tangan Hinata, meresapi kehangatan tangan kecil Hinata di pipinya.

Sasuke ingin langsung memeluk hinata dengan erat, tapi dia sadar dirinya dan Hinata dihalangi meja makan, Sasuke terdiam menunduk sambil bergetar, wajahnya terlihat bahagia, Hinata bersumpah akan mengingat wajah Sasuke yang baru kali ini ia liat selama menikah.

Sasuke telah mencari semua informasi tentang keberadaan Hinata dan siapa yang membantunya kabur, beruntung karena perusahaannya juga ada yang bergerak di bidang komunikasi, sehingga ia bisa dengan mudah melacak percakapan dan pesan Hinata dan Gaara terakhir.

Setelah Sasuke puas menonjok Gaara habis2an, Gaara pun akhirnya mau menolongnya untuk bertemu dengan Hinatanya.

.

.

.

Sasuke akhirnya setuju untuk menginap sehari di kosan Hinata setelah sebelumnya berdebat dengan Hinata untuk segera membawanya kembali ke rumah.

Apalagi dengan anak yang dikandung Hinata, Sasuke akan lebih overprotektif lagi pada istrinya. Tetapi Hinata terus bersikeras untuk beristirahat di sini kali ini dengan alasan sudah larut malam.
Pagi harinya mereka berangkat kembali ke Konoha, Hinata memaksa Sasuke untuk langsung bertemu dengan Mikoto. Izumi dan Kazuma menemani Mikoto di ruangan VVIP nya.

"Ma, Hinata pulang." Hinata mulai menangis terisak sambil merangkul lembut Mikoto penuh kerinduan. Mikoto yang asalnya masih kesal akhirnya luluh.

"Ia sayang," Mikoto merangkul Hinata dengan lembut. "Mama kangen sama kamu Hinata."

"Hinata juga Ma, maafin Hinata ya Ma." kata Hinata sambil sesegukan. Mikoto mengangguk sambil tersenyum.

"Tapi kamu harus bakar surat itu, Mama gak mau ngeliat kertas itu lagi!" Hinata mengangguk dengan cepat sambil tersenyum.

Sasuke yang sudah menyalami Izumi menoleh kepada Hinata.

"Hime, beri tahukan kabar gembira itu, siapa tau mama akan cepat membaik mendengarnya!" perintah Sasuke lembut. Hinata menunduk malu, wajahnya kini memerah.

"Kabar apa sayang?" tanya Mikoto penasaran.

"Hi- Hinata hamil ma, baru 5-6 mingguan." Hinata masih menunduk malu. Mikoto langsung memeluk kembali Hinata sambil tersenyum bahagia. Sasuke ikut menghampiri Hinata dan Mikoto, merangkul Hinata dan mengusap kepalanya dengan penuh sayang.

"Asik, Ma. Kazuma mau punya adik bayu!" Kazuma yang mendengarkan ikut bersorak diikuti tawa kebahagiaan dari semua yang berada di ruangan itu.

.

.
 
.
 
Extra Part
 
.

Sasuke berkemas dengan sangat cepat.

"Karin, hubungi klien. Bilang pada mereka meeting di undur seminggu ke depan."

"Tapi pak, salah satu kli..." karin berhenti berbicara karena Sasuke sudah memasuki Lift.

Sasuke berlari ke tempat mobilnya terparkir. Dengan secepat kilat, Sasuke pergi ke rumah sakit milik Itachi.

Setelah sampai, Sasuke segera keluar dan mencari ruangan bersalin. Disana Mikoto, Izumi dan Fugaku sudah menunggu.

"Tuan Sasuke?" Seorang perawat bertanya kepada mereka. Sasuke berjalan mendekati perawat tersebut.

"Ia, saya Sasuke."

"Istri anda sudah menunggu anda di dalam, sekarang sudah hampir pembukaan 10. Silakan masuk."

Rumah sakit itu mengijinkan suami pasien menemani proses persalinan istrinya.
 
Sasuke dengan langkah gugup memasuki ruangan tersebut bersama perawat tadi.

Dua jam berikutnya, Sasuke dengan wajah haru keluar dari ruangan bersalin sambil menggendong seorang bayi laki-laki yang tengah tertidur pulas.

"Bagaimana keadaan Hinata?" tanya Mikoto sambil mengambil alih bayi dari tangan Sasuke.

"Dia baik-baik saja ma, dia akan segera dipindahkan ke ruang inap."

Izumi yang sedang menggendong kazuma mendekati Mikoto dan Sasuke.

"Bayinya tampan Sasuke, sudah kamu siapkan nama untuknya?" tanya Izumi.

"Sudah kak, akan kuberi dia nama Uchiha Yukine." katanya bangga. "Oh ia, dimana baka itachi?"

"Dia sedang ada operasi, katanya dia akan menyusul kemari segera."

"Pa, lihatlah! Cucu kita sangat mirip dengan Sasuke saat dia masih bayi." kata Mikoto membandingkan wajah Sasuke dan Yukine sambil tersenyum.

Fugaku hanya tersenyum sambil mengalengkan tangannya di bahu Mikoto. Yukine masih tertidur pulas dalam pelukan neneknya.

Hinata dibawa keluar dari ruangan bersalin untuk dipindahkan ke ruang rawat inap.
Sasuke pamit untuk menemani Hinata. Tetapi Mikoto dan keluarga mengikutinya dari belakang.
Hinata terlihat kelelahan, Sasuke mengecup keningnya.

"Ma, boleh kulihat bayiku sekarang?"

Mikoto segera memberikan Yukine kepada mamanya. Wajah lelah Hinata berganti menjadi kebahagiaan yang tak terkira melihat buah hatinya yang tengah tertidur di pelukannya.

"Terima Kasih Hime, kau telah memberikan hadiah yang tak terkira untukku." Sasuke kembali mengecup kening Hinata dan Yukine bergantian.

"Mama tau tidak? Tadi dokter yang mengurusi persalinanku hampir di pukuli loh oleh Sasuke." kata Hinata sambil tersenyum. Mikoto dan Izumi yang mendengarkan jadi tertawa.

"Hime, diamlah! Itu kan karena mereka terlalu lama membiarkanmu kesakitan. Aku tidak tega melihatnya!"

"Sasuke! Kamu harus mengurangi kekasaranmu, kamu harus lebih tenang!" kata Fugaku menegur sifat jelek anaknya.

"Dulu juga kamu seperti itu sayang, malah kita terpaksa mengganti dokter lain karena dokter yang mengurusi kelahiran itachi pingsan setelah kamu pukuli." Mikoto tersenyum pada suaminya. Semua yang ada disana tertawa cekikikan mendengar penuturan Mikoto.

Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya Mikoto menyuruh Izumi, Fugaku, Kazuma untuk meninggalkan keluarga baru itu. Menyuruh Hinata tidur karena dia pasti sangat kelelahan. Sasuke menemani istrinya. Dan Yukine dia simpan di box bayi sebelah ranjang Hinata.

Sasuke kembali mengecup kening Hinata.

"Aku mencintaimu Hime."

Kata-kata Sasuke sukses membuat Hinata mengeluarkan air mata kebahagiaannya. "Aku juga mencintaimu Sasu-kun."

Sasuke dan Hinata menjadi pasangan paling bahagia saat ini. Dan Yukine membawa warna baru di kehidupan mereka selanjutnya.

.

.

.

Sasuhina... Matchmaking
The End

Perbedaan Witch, Wizard dan Sorcerer

Kalian pasti sudah pernah nonton Harry potter kan? Perjalanan seorang anak berkacamata untuk menjadi seorang penyihir hebat yang mampu meng...